(www.sciencedaily.com)
Kesimpulan itu merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan University of California, Amerika Serikat dan peneliti dari Meksiko, Adriana Romero. Mereka menandakan jamur berkontribusi menjadi penyebab pemanasan global, kendati karbondioksida (CO2) yang dikeluarkannya.
Seperti dilansir Science Daily, Senin, 1 Februari 2016, Adriana menyebut eksperimen penelitian dilakukan pada jamur di Alaska. Alasan peneliti memakai jamur di Alaska ialah punya ‘kecanggihan’, yang mana kebanyakan spesies jamur dari Alaska sanggup hidup pada suhu yang tinggi.
“Karena di Alaska sebagian besar waktu itu dingin, maka jamur yang ‘tertidur’ dan tidak memperlihatkan bantuan terhadap pemanasan global, tapi dengan suhu tinggi (10-30 derajat celcius), organisme ‘bangun’ dan menghasilkan CO2,” ujar master dalam Ekologi Molekuler dari Universitas Baja California itu.
Adriana menjelaskan, penelitian dimulai dengan menumbuhkan jamur dalam 15 tabung reaksi, selama delapan bulan. Untuk suhu, ia katakan, jamur tersebut diperlakukan dalam suhu di atas 25 derajat celcius.
Dibarengi dengan pengukuran kadar karbondioksida yang dikeluarkan, peneliti membandingkan pula dengan kadar karbondioksida jamur yang hidup liar atau suhu mengikuti alam.
“Kami menentukan jenis jamur oranye sebagai ‘model’, sebab merupakan spesies yang biasa tumbuh di kawasan (Alaska), ditambah semua fisiologi nya, siklus hidup, gen sudah diketahui,” terang Adriana.
Maka dari penelitian yang mereka lakukan, disimpulkan peneliti, dalam kondisi panas sekalipun, jamur sanggup tetap hidup. Sementara semakin mereka berkembang, maka semakin banyak pula karbondioksida yang dikeluarkan.
Namun, Adriana menambahkan, metabolisme jamur tidak akan bertahan lama. Jamur memang berkontribusi berbagi karbondioksida di atmofer dan saat bukan fasenya untuk hidup, kondisi pun kembali normal.
"Meskipun ada hal-hal yang kita tidak sanggup mengendalikannya, menyerupai metabolisme, evolusi dan pembiasaan dari jamur, kita sanggup menciptakan perubahan dalam kehidupan kita sehari-hari, yang sanggup berkontribusi untuk mengekang pemanasan global dan menghindari perubahan drastis pada suhu," saran peneliti.
Sumber: viva.co.id